twttr

Tuesday, April 27, 2010

Bila Istri Cerewet

Adakah istri yang tidak cerewet? Sulit menemukannya. Bahkan istri Khalifah sekaliber
Umar bin Khatabpun cerewet. Seorang laki-laki berjalan tergesa-gesa. Menuju kediaman
khalifah Umar bin Khatab. Ia ingin mengadu pada khalifah; tak tahan dengan
kecerewetan istrinya. Begitu sampai di depan rumah khalifah, laki-laki itu tertegun.

Dari dalam rumah terdengar istri Umar sedang ngomel, marah-marah.

Cerewetnya melebihi istri yang akan diadukannya pada Umar. Tapi, tak sepatah katapun
terdengar keluhan dari mulut khalifah. Umar diam saja, mendengarkan istrinya yang
sedang gundah. Akhirnya lelaki itu mengurungkan niatnya, batal melaporkan istrinya
pada Umar. Apa yang membuat seorang Umar bin Khatab yang disegani kawan maupun
lawan, berdiam diri saat istrinya ngomel? Mengapa ia hanya mendengarkan, padahal di
luar sana, ia selalu tegas pada siapapun? Umar berdiam diri karena ingat 5 hal.
Istrinya berperan sebagai BP4. Apakah BP4 tersebut?

1. Benteng Penjaga Api Neraka

Kelemahan laki-laki ada di mata. Jika ia tak bisa menundukkan pandangannya, niscaya
panah-panah setan berlesatan dari matanya, membidik tubuh-tubuh elok di sekitarnya.
Panah yang tertancap membuat darah mendesir, bergolak, membangkitkan raksasa dalam
dirinya. Sang raksasa dapat melakukan apapun demi terpuasnya satu hal; syahwat.
Adalah sang istri yang selalu berada di sisi, menjadi ladang bagi laki-laki untuk
menyemai benih, menuai buah di kemudian hari. Adalah istri tempat ia mengalirkan
berjuta gelora. Biar lepas dan bukan azab yang kelak diterimanya. Ia malah
mendapatkan dua kenikmatan: dunia dan akhirat. Maka, ketika Umar terpikat pada
liukan penari yang datang dari kobaran api, ia akan ingat pada istri, pada
penyelamat yang melindunginya dari liukan indah namun membakar. Bukankah sang istri
dapat menari, bernyanyi dengan liuka yang sama, lebih indah malah. Membawanya ke
langit biru. Melambungkan raga hingga langit ketujuh. Lebih dari itu istri yang
salihah selalu menjadi penyemangatnya dalam mencari nafkah.

2. Pemelihara Rumah

Pagi hingga sore suami bekerja. Berpeluh. Terkadang sampai mejelang malam.
Mengumpulkan harta. Setiap hari selalu begitu. Ia pengumpul dan terkadang tak begitu
peduli dengan apa yang dikumpulkannya. Mendapatkan uang, beli ini, beli itu.
Untunglah ada istri yang selalu menjaga, memelihara. Agar harta diperoleh dengan
keringat, air mata, bahkan darah tak menguap sia-sia. Ada istri yang siap menjadi
pemelihara selama 24 jam, tanpa bayaran. Jika suami menggaji seseorang untuk menjaga
hartanya 24 jam, dengan penuh cinta, kasih sayang, dan rasa memiliki yang tinggi,
siapa yang sudi? Berapa pula ia mau dibayar. Niscaya sulit menemukan pemelihara
rumah yang lebih telaten daripada istrinya. Umar ingat betul akan hal itu. Maka tak
ada salahnya ia mendengarkan omelan istri, karena (mungkin) ia lelah menjaga
harta-harta sang suami yang semakin hari semakin membebani.

3. Penjaga Penampilan

Umumnya laki-laki tak bisa menjaga penampilan. Kulit legam tapi berpakaian warna
gelap. Tubuh tambun malah suka baju bermotif besar. Atasan dan bawahan sering tak
sepadan. Untunglah suami punya penata busana yang setiap pagi menyiapkan
pakaianannya, memilihkan apa yang pantas untuknya, menjahitkan sendiri di waktu
luang, menisik bila ada yang sobek. Suami yang tampil menawan adalah wujud
ketelatenan istri. Tak mengapa mendengarnya berkeluh kesah atas kecakapannya itu

4. Pengasuh Anak-anak

Suami menyemai benih di ladang istri. Benih tumbuh, mekar. Sembilan bulan istri
bersusah payah merawat benih hingga lahir tunas yang menggembirakan. Tak berhenti
sampai di situ. Istri juga merawat tunas agar tumbuh besar. Kokoh dan kuat. Jika ada
yang salah dengan pertumbuhan sang tunas, pastilah istri yang disalahkan. Bila tunas
membanggakan lebih dulu suami maju ke depan, mengaku, �akulah yang membuatnya
begitu.� Baik buruknya sang tunas beberapa tahun ke depan tak lepas dari
sentuhan tangannya. Umar paham benar akan hal itu.

5. Penyedia Hidangan

Pulang kerja, suami memikul lelah di badan. Energi terkuras, beraktivitas di
seharian. Ia butuh asupan untuk mengembalikan energi. Di meja makan suami Cuma tahu
ada hidangan: ayam panggang kecap, sayur asam, sambal terasi dan lalapan. Tak
terpikir olehnya harga ayam melambung; tadi bagi istrinya sempat berdebat, menawar,
harga melebihi angaran. Tak perlu suami memotong sayuran, mengulek bumbu, dan
memilah-milih cabai dan bawang. Tak pusing ia memikirkan berapa takaran bumbu agar
rasa pas di lidah. Yang suami tahu hanya makan. Itupun terkadang dengan jumlah
berlebihan; menyisakan sedikit saja untuk istri si juru masak. Tanpa perhitungan
istri selalu menjadi koki terbaik untuk suami. Mencatat dalam memori makanan apa
yang disuka dan dibenci suami.


Dengan mengingat lima peran ini, Umar kerap diam setiap istrinya ngomel. Mungkin dia
capek, mungkin dia jenuh dengan segala beban rumah tangga di pundaknya. Istri telah
berusaha membentenginya dari api neraka, memelihara hartanya, menjaga penampilannya,
mengasuh anak-anak, menyediakan hidangan untuknya. Untuk segala kemurahan hati sang
istri, tak mengapa ia mendengarkan keluh kesah buah lelah.

No comments:

Post a Comment